Jumat, 14 Februari 2020

Dianggap Mencoreng Predikat "SURABAYA KOTA RAMAH ANAK" Putra Walikota Risma Datangi Markas Gengster.

  Surabaya Kota Ramah anak adalah penghargaan yang sempat disematkan dunia internasional atas pencapaian kota tercinta ini. Suatu penghargaan yang sempat membuat bangga warga kota Surabaya, tak lain semua itu atas kerja keras walikota Surabaya Ir. Hc. Tri rismaharini. Namun pemberitaan ahkir-ahkir ini tentang gengster anak-anak yang disebut warga Surabaya sebagai gengster "COK-KROCOK" mendominasi pemberitaan buruk tentang kota ini. Seolah-olah melupakan berbagai prestasi lain yang sudah diraih kota Surabaya, kegiatan gengster yang lebih condong pada kriminal ini bertolak belakang dengan predikat "SURABAYA KOTA RAMAH ANAK" dikarenakan anggota gengster ini berumur 14 tahun kebawah yang masih dianggap sebagai anak dibawah umur. Hal ini memancing reaksi warga kota Surabaya dan Bonek untuk turun melakukan aksi sweping hingga pencegatan anak-anak gengster yang sedang pawai dijalan sebagai bentuk kecintaannya dengan kota Surabaya, mereka tak rela apabila hal ini dibuat acuhan sebagai pembanding prestasi yang sudah diraih bahkan dibuat bahan untuk membully Walikota yang sangat dicintai warga nya ini.
  Untuk menghindari bentrok antar golongan ketua Karangtaruna kota Surabaya yang tak lain adalah putra dari walikota Surabaya Fuad Benardi S.kom melakukan tindakan prefentif dengan mengajak dialog adek-adek gengster yang terdiri dari anak usia bawah umur ini agar jangan sampai terjadi bentrok dengan warga atau bonek dikarenakan keprihatian Cak Fuad apabila terjadi suatu hal yang tidak diinginkan berkaitan anggota gengster ini mayoritas anak usia diawah umur. Dialog yang dilakukan Cak Fuad ini langsung tepat sasaran dengan mendatangi basecamp salah satu gengster terbesar yang dinaungi oleh Geng Allstar. Banyak informasi yang didapat dari diskusi itu termasuk awal mula terbentuknya gengster cok-krocok di kota Surabaya.

Bukan hanya informasi terkait kegiatan maupun terbentuknya gengster ini, namun Cak Fuad juga mendapat masukan dari adek-adek gengster terkait apa yang mereka inginkan. Tujuan utama duskusi ini adalah memberikan solusi dan jalan keluar terkait kegiatan mereka yang cenderung pada hal negatif agar bisa diarahkan dan bisa disupport oleh Karangtaruna kota Surabaya sebagai kepanjangan tangan PEMKOT kota Surabaya. Ada beberapa poin yang telah disepakati oleh adek-adek gengster ini dengan Cak Fuad, pertama mereka mengajukan agar PEMKOT kota Surabaya memfasilitasi hobby mereka yakni Balap liar, kedua mereka meminta untuk diberikan pekerjaan, ketiga mereka meminta untuk melakukan intervensi terhadap prilaku orang tua atau masyarakat dengan streotip yang terbentuk terhadap keberadaan mereka yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Dengan demikian Cak Fuad sebagai ketua Karangtaruna kota Surabaya berjanji akan berusaha mensinergikan keinginan mereka melalui program PEMKOT kota Surabaya yang bisa dilakukan oleh Karangtaruna kota Surabaya. Diantara nya akan membuat usaha cuci motor untuk mereka yang kabur dari rumah karena terkucilkan oleh masyarakat bahkan keluarga dengan pendampingan oleh psikolog, memfasilitasi anggota gengster yang putus sekolah untuk bisa melanjutkan sekolah secara formal maupun kejar paket secara gratis, mebuat event perlombaan balap liar di arena sirkuit GBT dengan pendampingan profesional dan mengutamakan safety first. 
Tujuan utama dari Cak Fuad ini adalah mengarahkan adek-adek gengster dengan kegiatan positif sesuai hobby atau passion mereka. Semoga hal kecil yang dilakukan Karangtaruna kota surabaya ini bisa berdampak besar terhadap kenyamanan serta ketentraman bagi semua warga kota Surabaya. 

Jumat, 07 September 2018

Jejak Pabrik "DEMMO" merk mobil pertama pabrikan lokal yang mampu bersaing di era kolonial, ternyata berada di Darmo kali Surabaya.

Bagiku sejarah dan peradaban adalah hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Selalu ada cerita di setiap babnya sebagai bentuk pemahaman yang wajib diketahui. Sudah menjadi kebiasaan ku  bila lagi duduk santai tidak ada pekerjaan berselancar menggunakan gawai. Sofa diloby apartemen yang berada di Surabaya timur itu sangat terasa nyaman, pendingin ruangan, bau aroma Terapy semakin membuat siapapun betah duduk berlama-lama disitu. Siang itu saya lagi tugas diluar kantor untuk ketemu klien, karena saya datang lebih awal dan klien berada di luar dengan terpaksa harus menunggu. Kesempatanku untuk berselancar, tidak ada inspirasi harus mencari apa di "Mbah Google" ini, ide terbersit dengan mencari gambar jalan-jalanan kota Surabaya Tempo dulu dan sekarang. Disaat itulah saya menemukan satu artikel yang berjudul "mengingat mobil murah pertama asal Surabaya zaman penjajahan Belanda" berikut link nya https://m.kumparan.com/@kumparanoto/mengingat-mobil-murah-asal-surabaya-zaman-penjajahan-belanda

Sangat menarik dan membuat saya penasaran. Saya memutuskan untuk mencari tau, dan tempat yang harus saya kunjungi pertama adalah kantor kearsipan kota Surabaya keesokan harinya saat jam kerja cuma  setengah hari. Merasa mendapatkan Informasi yang cukup, saya memutuskan untuk mencari lokasi pabrik yang bernama N.V DEMMO Soerabaia yang menurut informasi berada di jalan Darmo Kali no.07 Surabaya.

Pabrik N.V DEMMO di jalan Darmo Kali no.07 Surabaya.

Sedikit panas cuaca Surabaya pada Jum'at (7/09) saat itu, membuat saya kelelahan bercampur rasa haus. Semakin membuat saya lemas tatkalah saya melihat bangunan yang ada dialamat yang saya tuju adalah bangunan perumahan warga dan perkantoran. Tidak ada bangunan kuno khas bangunan Belanda yang kokoh, seperti apa yang saya ekspetasikan sesuai dengan gambar yang saya dapat. Sedikit putus asa tapi tidak membuat saya menyerah, saya putuskan untuk istirahat sejenak di warung kopi setempat sembari menggali info dari warga dan sedikit mengobati haus dengan minuman dingin. Tidak terlalu ramai warung itu, mungkin karena masih jam kerja untuk sebagian perusahaan. Hanya ada 4 pria dan 1 wanita pemilik warung, melihat dari muka nya mereka ber-umur dibawah 50 thn. Dengan nada sopan dan berbahasa Jawa halus saya mencoba mengusik salah satu pria tersebut untuk menanyakan perihal bangunan yang saya maksud. Sengaja pertanyaan saya tidak menjurus pada alamat yang sudah jelas, tapi bangunan pabrik yang berdiri pada tanggal 11 Juni 1932 tersebut yang saya tanyakan. Bermaksud juga untuk menggali informasi dari warga tentang pabrik terbesar yang mampu menyerap tenaga lokal yang jumlahnya mencapai ratusan sampai-sampai demi memenuhi pesanan yang membeludak seantero negeri pabrik tersebut memperkerjakan tenaga asing yang didatangkan langsung dari India. Ternyata sangat menyedihkan tidak ada yang tau tentang pabrik tersebut, sebuah sejarah hebat yang pernah ada terlupakan begitu saja. Akhir nya saya putuskan untuk meminta bantuan agar bisa diperkenalkan dengan tokoh masyarakat yang sepuh sebagai narasumber penelitian saya. Nasib baik mulai berpihak, saya diantar oleh anak pemilik warung di sebuah musholah pinggir sungai Kalimas. Disitu saya bertemu dengan BPK Solehkan (82) yang juga imam di mushola tersebut. 

Saya awali dengan bercerita ringan tentang apa yang saya temukan terkait Jl Darmo kali 7 tersebut, karena beliau sudah sepuh saya sedikit menceritakan tentang kejayaan mobil "DEMMO" buatan arek-arek Suroboyo walaupun cuma bagian karoseri nya saja yang produk lokal, sedangkan mesin 2 tak mobil tersebut di impor dari Amerika, tapi setidaknya nya ada karya anak bangsa dalam produk tersebut. Apa yang saya inginkan bersambut, ketika saya bercerita sedikit tentang pabrik tersebut beliau mulai ingat dan memotong pembicaraan saya. "Kalo cerita tentang pabrik mobil itu saya tidak tau langsung, saya juga sedikit lupa... Yang saya ingat dulu BPK saya pernah bekerja disitu, tapi pabrik tersebut tutup karena Belanda kalah perang sama Jepang dan singkat cerita pabrik itu di ambil alih oleh Jepang untuk dijadikan gudang senjata" sahut Mbah Solehkan. "Bukan gudang senjata Mbah, tapi pabrik perakitan mobil untuk keperluan militer Jepang" tegasku. Memang suasana politik pada era penjajahan waktu itu sedang memanas dan berpengaruh pada kelangsungan pabrik tersebut.

Mobil "DEMMO" yang merajai aspal di seluruh negeri ini benar-benar bisa bersaing dengan mobil import dari Eropa pada saat itu yang sangat mahal seperti Ford, crysler dan Dodge. Mahal nya harga mobil dan aturan yang membatasi ruang gerak kendaraan tradisional seperti delman, Cikar, dll membuat mobil "DEMMO" dicari selain itu harganya juga murah. Produk dengan jargon "WAKTU BERJALAN CEPAT, MENGGUNAKANNYA DENGAN BAIK" tersebut menjadi raja jalanan bukan hanya di Surabaya tapi juga kota-kota besar diseluruh Indonesia. Namun timbul masalah lain, pada waktu itu mesin 2 tak mobil "DEMMO" buatan Amerika tersebut membuat bising jalanan. MRS Khanis direktur pabrik N.V DEMMO saat itu langsung mengganti jenis mesin mobil pada keluaran terbaru dengan mesin merkuri buatan Jerman yang jauh lebih tenang.

Surat kabar saat peresmian pabrik yang diresmikan langsung oleh Walikota ke 3 Surabaya H.I Bussemaker

Namun pabrik yang membanggakan itu tidak bisa bertahan akibat peralihan kekuasaan penjajah yang saat itu dikuasai Jepang. 1940 pabrik mulai kesulitan impor bahan baku dan dua tahun setelah itu pabrik mobil pertama buatan Indonesia itu gulung tikar. Sambil termenung Mbah Solehkan mengingat masa susah penjajahan Jepang saat Mbah Solehkan masih belia, aku mulai sedikit mengintrogasi tentang keberadaan pabrik yang saya temukan dari data badan arsip kota Surabaya itu berada di Jl Darmo kali 7. Mbah Solehkan pun juga tidak seberapa ingat karena beliau waktu itu harus pindah tempat mengikuti orang tuanya. Akan tetapi menurut cerita dari orang-orang jaman dulu ketika Jepang kalah perang dan hengkang dari bumi Pertiwi, pasukan Jepang tersebut juga meninggalkan pabrik itu yang hanya dijaga oleh pribumi dan kemudian dijual secara terpetak-petak kepada pengusaha Tionghoa pada waktu itu. Berdasarkan cerita tersebut lantas saya berpikir bahwa pabrik yang awalnya sangat luas tersebut akhirnya terbagi menjadi beberapa bagian karena dijual secara terpisah yang mengakibatkan bangunan tersebut terpugar. 

Dengan rasa penasaran saya meninggalkan Mbah Solehkan dan berterimakasih karena saya mendapatkan info baru tentang bangunan pabrik tersebut. Saya tetap menuju alamat yang terdapat pada data yang saya dapat sebagai lokasi pabrik, ada rumah besar, perkantoran Matrix dan kantor partai politik. Saya memutuskan untuk mengetuk satu rumah bangunan mewah, ada pembantu yang keluar sang pemilik tidak bersedia untuk menemui saya tidak jadi masalah buat saya. Dari sang pembantu saya coba galih informasi semaksimal mungkin tentang bentuk bangunan rumah yang sekarang, masihkah ada sedikit ruangan yang masih asli atau berbau bangunan Belanda di dalam. Sang pembantu menjelaskan masih ada beberapa kamar yang menyerupai bangunan Belanda tapi secara keseluruhan bangunan tersebut lebih banyak mengalami perubahan.

Rumah yang beralamatkan dijalan Darmo Kali no.7 Surabaya.

Suatu cagar budaya yang hilang, suatu bentuk bukti kejayaan kota ini yang lenyap. Masihkah akan ada lagi bukti sejarah yang hilang, ini tugas kita untuk saling menjaga dan merawat. Pemerintah kota Surabaya sudah banyak melakukan tindakan guna melindungi aset bersejarah ini, tinggal kita sebagai warga kota untuk bisa bersinergi dan saling bahu-membahu bekerjasama dengan pemerintah kota dalam melindungi situs tersebut. Kepekaan kita terhadap bangunan ataupun situs bersejarah yang ada disekitar tempat tinggal kita yang luput dari pengawasan dinas kebudayaan dan pariwisata kota Surabaya segerakanlah untuk dilaporkan agar segera mendapatkan SK dari Walikota untuk melindunginya. Melihat hilangnya beberapa aset penting itu pikiran saya langsung tertuju pada suatu desa yang bernama Taman Sari di Jogyakarta. Dulu desa tersebut hanyalah perkampungan para abdi dalem Keraton, bangunan bersejarah yang bertahun-tahun berada ditengah-tengah tempat tinggal mereka pun hanya sebagai bangunan tembok tempat main dan lalu-lalang warga, karena minimnya kesadaran mereka tentang pentingnya aset yang berada disekitar tempat tinggal mereka. Akhirnya setelah berpuluh-puluh tahun situs itu berada ditengah-tengah tempat tinggal warga dan mulai mendapat perhatian, akan menjadi nilai ekonomi tersendiri dan mampu mengangkat perekonomian warga sekitar karena taman sari sekarang bukan hanya dikenal sebagai kampung abdi dalem saja seperti beberapa tahun lalu akan tetapi sekarang menjadi destinasi wisata sejarah yang elok dan wajib dikunjungi bila bertamasya di Jogyakarta.

Suasana Pabrik N.V DEMMO 

Brosur promosi Mobil DEMMO




Gambar Pabrik pada tahun 1932




Sabtu, 01 September 2018

Kampung kecil di Surabaya timur yang menyimpan cerita sejarah selama ratusan tahun.

Tak banyak diketahui oleh warga Karanggayam teratai RW 04 Kelurahan Pacarkeling bahwa, ratusan tahun yang lalu kampung kecil dengan jumlah KK tak lebih dari 300 KK ini menjadi tempat persembunyian tokoh penting pemberontakan terbesar pada tahun 1742 terhadap kerajaan Kartasura saat itu yang di pimpin oleh raja Hamengku buwana II yang bersekutu dengan VOC. Tokoh tersebut adalah Raden mas garendi yang diangkat oleh kaum pemberontak pada waktu itu gabungan antara etnis Tionghoa dan Jawa untuk menjadi raja Amangkurat V. Sebuah cerita rakyat yang selama turun temurun di kampung kecil ini hanya menjadi sebuah prosa lama dan dijadikan cerita dongeng anak-anak untuk pengantar tidur. Ketidak pahaman masyarakat dengan cerita sejarah tersebutlah yang membuat legenda tersebut menjadi dongeng.

Cerita rakyat yang sudah menjadi buah bibir dari nenek buyut warga asli Karanggayam teratai tentang Raden mas garendi atau biasa disebut sunan kuning juga semakin jauh dari kisah asli nya, tak hanya itu tradisinya juga sudah mulai ditinggalkan oleh warga. Ritual kenduri dengan membawa tumpeng di petilasan sunan kuning untuk setiap warga yang akan mengadakan hajatan besar adalah hal wajib sampai akhir tahun 1960-an. Tradisi yang sudah diajarkan oleh para orang-orang tua jaman dulu sudah mulai ditinggalkan pada era 1970-an tanpa ada yang tau alasan nya. Ketertarikan masyarakat Indonesia pada hal-hal yang berbau mistis semakin membuat cerita sejarah ini semakin tidak jelas. Kemampuan kognitif pada otak kanan masyarakat untuk memahami sesuatu juga berpengaruh pada sudut pandang masyarakat dalam memahami suatu cerita sejarah, sering kali masyarakat kita lebih memilih cerita mistis dari prabu Siliwangi, gajah Mada, dan lain sebagainya daripada cerita tentang perjuangan beliau pada saat itu. Ditambah lagi diera digital ini generasi milenial malah lebih memilih belajar tentang sejarah Athena daripada sejarah Majapahit. Entah siapa yang salah tetapi keadaan ini dipengaruhi oleh cara berpikir dan gaya hidup masyarakat pada negara-negara berkembang yang cenderung hedonis, karena pengaruh budaya luar yang masuk di negara ini.

Seorang budayawan kejawen yang juga tokoh masyarakat di Karanggayam teratai, BPK Sugik Sarwono (70) memberikan informasi tentang cerita sunan kuning atau biasa disebut warga sekitar dengan sebutan "Mbah Oneng" walau begitu tidak banyak informasi yang didapat karena kisah Mbah Oneng adalah cerita dari kakek buyut dari pak Sugik Sarwono. Hanya cerita tentang ritual kenduri serta keberadaan petilasan Mbah Oneng yang sudah hilang berganti dengan gedung yayasan sekolah elite saja yang Didapat. Informasi demi informasi dari narasumber yang berbeda menjadi suatu cerita abstrak yang harus disusun agar menjadi suatu cerita sejarah yang benar. Suatu hal yang mengejutkan bahkan hampir semua warga tidak mengetahui tentang sejarah sunan kuning atau Mbah Oneng, bahkan kebanyakan mereka mengetahui bahwa Mbah Oneng berjenis kelamin perempuan. Suatu sejarah yang hilang dan sangat disayangkan satu-satunya bukti sejarah yang berupa petilasan juga sudah raib. Narasumber yang bisa memberikan informasi valid hanyalah kaum sepuh yang sudah pikun. Tapi suatu kebenaran sejarah harus diungkap, mengunjungi tempat yang diduga petilasan digedung sekolah SMAK ST Agnes Surabaya bertemu dengan salah satu staf yayasan BPK Iwan (50) adalah karyawan yang sudah bekerja hampir 30 tahun di yayasan tersebut juga tidak tau soal petilasan tsb. Bahkan kakek Sampir (80) sesepuh kampung yang bermaksud menunjukan lokasi petilasan juga tidak bisa mengingat letak dari petilasan tersebut karena bangunannya sudah sangat berubah drastis.

Keyakinan bahwa benar Mbah Oneng yang disebut-sebut warga Karanggayam teratai sebagai Danyang kampung ini adalah sunan kuning. Sebuah buku sejarah "historia" menyebutkan perjalanan sunan kuning pada September 1743 yang terpisah dari rombongan kapitan sepanjang, sunan kuning sempat bersembunyi disekitaran Surabaya sebelum menyerahkan diri di Loji VOC di Surabaya. Dari informasi beberapa narasumber tentang petilasan Mbah Oneng dan buku-buku yang menceritakan sejarah sunan kuning ditambah lagi cerita rakyat di Karanggayam teratai semakin menguatkan bukti bahwa Mbah Oneng yang disebut-sebut warga itu adalah Raden mas garendi atau sunan kuning. Suatu cerita sejarah yang hampir ratusan tahun tertimbun kebenarannya karena ketidak pedulian masyarakat akan sejarah membuat hilang nya suatu cerita berharga bahkan yang lebih parah lagi hilangnya situs berharga yakni petilasan sunan kuning di Surabaya. Sebagai bentuk kesadaran masyarakat perlu diadakan lagi kegiatan mengangkat kearifan lokal untuk mengingatkan lagi pada sejarah yang sudah lama terpendam kegiatan yang mengangkat tema tradisi perlu diangkat lagi ditengah-tengah masyarakat kota besar yang sudah jauh melupakan sejarah.

Jalan Karanggayam teratai RW 04 Kelurahan Pacarkeling-Tambaksari Surabaya.