Jumat, 07 September 2018

Jejak Pabrik "DEMMO" merk mobil pertama pabrikan lokal yang mampu bersaing di era kolonial, ternyata berada di Darmo kali Surabaya.

Bagiku sejarah dan peradaban adalah hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Selalu ada cerita di setiap babnya sebagai bentuk pemahaman yang wajib diketahui. Sudah menjadi kebiasaan ku  bila lagi duduk santai tidak ada pekerjaan berselancar menggunakan gawai. Sofa diloby apartemen yang berada di Surabaya timur itu sangat terasa nyaman, pendingin ruangan, bau aroma Terapy semakin membuat siapapun betah duduk berlama-lama disitu. Siang itu saya lagi tugas diluar kantor untuk ketemu klien, karena saya datang lebih awal dan klien berada di luar dengan terpaksa harus menunggu. Kesempatanku untuk berselancar, tidak ada inspirasi harus mencari apa di "Mbah Google" ini, ide terbersit dengan mencari gambar jalan-jalanan kota Surabaya Tempo dulu dan sekarang. Disaat itulah saya menemukan satu artikel yang berjudul "mengingat mobil murah pertama asal Surabaya zaman penjajahan Belanda" berikut link nya https://m.kumparan.com/@kumparanoto/mengingat-mobil-murah-asal-surabaya-zaman-penjajahan-belanda

Sangat menarik dan membuat saya penasaran. Saya memutuskan untuk mencari tau, dan tempat yang harus saya kunjungi pertama adalah kantor kearsipan kota Surabaya keesokan harinya saat jam kerja cuma  setengah hari. Merasa mendapatkan Informasi yang cukup, saya memutuskan untuk mencari lokasi pabrik yang bernama N.V DEMMO Soerabaia yang menurut informasi berada di jalan Darmo Kali no.07 Surabaya.

Pabrik N.V DEMMO di jalan Darmo Kali no.07 Surabaya.

Sedikit panas cuaca Surabaya pada Jum'at (7/09) saat itu, membuat saya kelelahan bercampur rasa haus. Semakin membuat saya lemas tatkalah saya melihat bangunan yang ada dialamat yang saya tuju adalah bangunan perumahan warga dan perkantoran. Tidak ada bangunan kuno khas bangunan Belanda yang kokoh, seperti apa yang saya ekspetasikan sesuai dengan gambar yang saya dapat. Sedikit putus asa tapi tidak membuat saya menyerah, saya putuskan untuk istirahat sejenak di warung kopi setempat sembari menggali info dari warga dan sedikit mengobati haus dengan minuman dingin. Tidak terlalu ramai warung itu, mungkin karena masih jam kerja untuk sebagian perusahaan. Hanya ada 4 pria dan 1 wanita pemilik warung, melihat dari muka nya mereka ber-umur dibawah 50 thn. Dengan nada sopan dan berbahasa Jawa halus saya mencoba mengusik salah satu pria tersebut untuk menanyakan perihal bangunan yang saya maksud. Sengaja pertanyaan saya tidak menjurus pada alamat yang sudah jelas, tapi bangunan pabrik yang berdiri pada tanggal 11 Juni 1932 tersebut yang saya tanyakan. Bermaksud juga untuk menggali informasi dari warga tentang pabrik terbesar yang mampu menyerap tenaga lokal yang jumlahnya mencapai ratusan sampai-sampai demi memenuhi pesanan yang membeludak seantero negeri pabrik tersebut memperkerjakan tenaga asing yang didatangkan langsung dari India. Ternyata sangat menyedihkan tidak ada yang tau tentang pabrik tersebut, sebuah sejarah hebat yang pernah ada terlupakan begitu saja. Akhir nya saya putuskan untuk meminta bantuan agar bisa diperkenalkan dengan tokoh masyarakat yang sepuh sebagai narasumber penelitian saya. Nasib baik mulai berpihak, saya diantar oleh anak pemilik warung di sebuah musholah pinggir sungai Kalimas. Disitu saya bertemu dengan BPK Solehkan (82) yang juga imam di mushola tersebut. 

Saya awali dengan bercerita ringan tentang apa yang saya temukan terkait Jl Darmo kali 7 tersebut, karena beliau sudah sepuh saya sedikit menceritakan tentang kejayaan mobil "DEMMO" buatan arek-arek Suroboyo walaupun cuma bagian karoseri nya saja yang produk lokal, sedangkan mesin 2 tak mobil tersebut di impor dari Amerika, tapi setidaknya nya ada karya anak bangsa dalam produk tersebut. Apa yang saya inginkan bersambut, ketika saya bercerita sedikit tentang pabrik tersebut beliau mulai ingat dan memotong pembicaraan saya. "Kalo cerita tentang pabrik mobil itu saya tidak tau langsung, saya juga sedikit lupa... Yang saya ingat dulu BPK saya pernah bekerja disitu, tapi pabrik tersebut tutup karena Belanda kalah perang sama Jepang dan singkat cerita pabrik itu di ambil alih oleh Jepang untuk dijadikan gudang senjata" sahut Mbah Solehkan. "Bukan gudang senjata Mbah, tapi pabrik perakitan mobil untuk keperluan militer Jepang" tegasku. Memang suasana politik pada era penjajahan waktu itu sedang memanas dan berpengaruh pada kelangsungan pabrik tersebut.

Mobil "DEMMO" yang merajai aspal di seluruh negeri ini benar-benar bisa bersaing dengan mobil import dari Eropa pada saat itu yang sangat mahal seperti Ford, crysler dan Dodge. Mahal nya harga mobil dan aturan yang membatasi ruang gerak kendaraan tradisional seperti delman, Cikar, dll membuat mobil "DEMMO" dicari selain itu harganya juga murah. Produk dengan jargon "WAKTU BERJALAN CEPAT, MENGGUNAKANNYA DENGAN BAIK" tersebut menjadi raja jalanan bukan hanya di Surabaya tapi juga kota-kota besar diseluruh Indonesia. Namun timbul masalah lain, pada waktu itu mesin 2 tak mobil "DEMMO" buatan Amerika tersebut membuat bising jalanan. MRS Khanis direktur pabrik N.V DEMMO saat itu langsung mengganti jenis mesin mobil pada keluaran terbaru dengan mesin merkuri buatan Jerman yang jauh lebih tenang.

Surat kabar saat peresmian pabrik yang diresmikan langsung oleh Walikota ke 3 Surabaya H.I Bussemaker

Namun pabrik yang membanggakan itu tidak bisa bertahan akibat peralihan kekuasaan penjajah yang saat itu dikuasai Jepang. 1940 pabrik mulai kesulitan impor bahan baku dan dua tahun setelah itu pabrik mobil pertama buatan Indonesia itu gulung tikar. Sambil termenung Mbah Solehkan mengingat masa susah penjajahan Jepang saat Mbah Solehkan masih belia, aku mulai sedikit mengintrogasi tentang keberadaan pabrik yang saya temukan dari data badan arsip kota Surabaya itu berada di Jl Darmo kali 7. Mbah Solehkan pun juga tidak seberapa ingat karena beliau waktu itu harus pindah tempat mengikuti orang tuanya. Akan tetapi menurut cerita dari orang-orang jaman dulu ketika Jepang kalah perang dan hengkang dari bumi Pertiwi, pasukan Jepang tersebut juga meninggalkan pabrik itu yang hanya dijaga oleh pribumi dan kemudian dijual secara terpetak-petak kepada pengusaha Tionghoa pada waktu itu. Berdasarkan cerita tersebut lantas saya berpikir bahwa pabrik yang awalnya sangat luas tersebut akhirnya terbagi menjadi beberapa bagian karena dijual secara terpisah yang mengakibatkan bangunan tersebut terpugar. 

Dengan rasa penasaran saya meninggalkan Mbah Solehkan dan berterimakasih karena saya mendapatkan info baru tentang bangunan pabrik tersebut. Saya tetap menuju alamat yang terdapat pada data yang saya dapat sebagai lokasi pabrik, ada rumah besar, perkantoran Matrix dan kantor partai politik. Saya memutuskan untuk mengetuk satu rumah bangunan mewah, ada pembantu yang keluar sang pemilik tidak bersedia untuk menemui saya tidak jadi masalah buat saya. Dari sang pembantu saya coba galih informasi semaksimal mungkin tentang bentuk bangunan rumah yang sekarang, masihkah ada sedikit ruangan yang masih asli atau berbau bangunan Belanda di dalam. Sang pembantu menjelaskan masih ada beberapa kamar yang menyerupai bangunan Belanda tapi secara keseluruhan bangunan tersebut lebih banyak mengalami perubahan.

Rumah yang beralamatkan dijalan Darmo Kali no.7 Surabaya.

Suatu cagar budaya yang hilang, suatu bentuk bukti kejayaan kota ini yang lenyap. Masihkah akan ada lagi bukti sejarah yang hilang, ini tugas kita untuk saling menjaga dan merawat. Pemerintah kota Surabaya sudah banyak melakukan tindakan guna melindungi aset bersejarah ini, tinggal kita sebagai warga kota untuk bisa bersinergi dan saling bahu-membahu bekerjasama dengan pemerintah kota dalam melindungi situs tersebut. Kepekaan kita terhadap bangunan ataupun situs bersejarah yang ada disekitar tempat tinggal kita yang luput dari pengawasan dinas kebudayaan dan pariwisata kota Surabaya segerakanlah untuk dilaporkan agar segera mendapatkan SK dari Walikota untuk melindunginya. Melihat hilangnya beberapa aset penting itu pikiran saya langsung tertuju pada suatu desa yang bernama Taman Sari di Jogyakarta. Dulu desa tersebut hanyalah perkampungan para abdi dalem Keraton, bangunan bersejarah yang bertahun-tahun berada ditengah-tengah tempat tinggal mereka pun hanya sebagai bangunan tembok tempat main dan lalu-lalang warga, karena minimnya kesadaran mereka tentang pentingnya aset yang berada disekitar tempat tinggal mereka. Akhirnya setelah berpuluh-puluh tahun situs itu berada ditengah-tengah tempat tinggal warga dan mulai mendapat perhatian, akan menjadi nilai ekonomi tersendiri dan mampu mengangkat perekonomian warga sekitar karena taman sari sekarang bukan hanya dikenal sebagai kampung abdi dalem saja seperti beberapa tahun lalu akan tetapi sekarang menjadi destinasi wisata sejarah yang elok dan wajib dikunjungi bila bertamasya di Jogyakarta.

Suasana Pabrik N.V DEMMO 

Brosur promosi Mobil DEMMO




Gambar Pabrik pada tahun 1932




Tidak ada komentar:

Posting Komentar