Sabtu, 01 September 2018

Kampung kecil di Surabaya timur yang menyimpan cerita sejarah selama ratusan tahun.

Tak banyak diketahui oleh warga Karanggayam teratai RW 04 Kelurahan Pacarkeling bahwa, ratusan tahun yang lalu kampung kecil dengan jumlah KK tak lebih dari 300 KK ini menjadi tempat persembunyian tokoh penting pemberontakan terbesar pada tahun 1742 terhadap kerajaan Kartasura saat itu yang di pimpin oleh raja Hamengku buwana II yang bersekutu dengan VOC. Tokoh tersebut adalah Raden mas garendi yang diangkat oleh kaum pemberontak pada waktu itu gabungan antara etnis Tionghoa dan Jawa untuk menjadi raja Amangkurat V. Sebuah cerita rakyat yang selama turun temurun di kampung kecil ini hanya menjadi sebuah prosa lama dan dijadikan cerita dongeng anak-anak untuk pengantar tidur. Ketidak pahaman masyarakat dengan cerita sejarah tersebutlah yang membuat legenda tersebut menjadi dongeng.

Cerita rakyat yang sudah menjadi buah bibir dari nenek buyut warga asli Karanggayam teratai tentang Raden mas garendi atau biasa disebut sunan kuning juga semakin jauh dari kisah asli nya, tak hanya itu tradisinya juga sudah mulai ditinggalkan oleh warga. Ritual kenduri dengan membawa tumpeng di petilasan sunan kuning untuk setiap warga yang akan mengadakan hajatan besar adalah hal wajib sampai akhir tahun 1960-an. Tradisi yang sudah diajarkan oleh para orang-orang tua jaman dulu sudah mulai ditinggalkan pada era 1970-an tanpa ada yang tau alasan nya. Ketertarikan masyarakat Indonesia pada hal-hal yang berbau mistis semakin membuat cerita sejarah ini semakin tidak jelas. Kemampuan kognitif pada otak kanan masyarakat untuk memahami sesuatu juga berpengaruh pada sudut pandang masyarakat dalam memahami suatu cerita sejarah, sering kali masyarakat kita lebih memilih cerita mistis dari prabu Siliwangi, gajah Mada, dan lain sebagainya daripada cerita tentang perjuangan beliau pada saat itu. Ditambah lagi diera digital ini generasi milenial malah lebih memilih belajar tentang sejarah Athena daripada sejarah Majapahit. Entah siapa yang salah tetapi keadaan ini dipengaruhi oleh cara berpikir dan gaya hidup masyarakat pada negara-negara berkembang yang cenderung hedonis, karena pengaruh budaya luar yang masuk di negara ini.

Seorang budayawan kejawen yang juga tokoh masyarakat di Karanggayam teratai, BPK Sugik Sarwono (70) memberikan informasi tentang cerita sunan kuning atau biasa disebut warga sekitar dengan sebutan "Mbah Oneng" walau begitu tidak banyak informasi yang didapat karena kisah Mbah Oneng adalah cerita dari kakek buyut dari pak Sugik Sarwono. Hanya cerita tentang ritual kenduri serta keberadaan petilasan Mbah Oneng yang sudah hilang berganti dengan gedung yayasan sekolah elite saja yang Didapat. Informasi demi informasi dari narasumber yang berbeda menjadi suatu cerita abstrak yang harus disusun agar menjadi suatu cerita sejarah yang benar. Suatu hal yang mengejutkan bahkan hampir semua warga tidak mengetahui tentang sejarah sunan kuning atau Mbah Oneng, bahkan kebanyakan mereka mengetahui bahwa Mbah Oneng berjenis kelamin perempuan. Suatu sejarah yang hilang dan sangat disayangkan satu-satunya bukti sejarah yang berupa petilasan juga sudah raib. Narasumber yang bisa memberikan informasi valid hanyalah kaum sepuh yang sudah pikun. Tapi suatu kebenaran sejarah harus diungkap, mengunjungi tempat yang diduga petilasan digedung sekolah SMAK ST Agnes Surabaya bertemu dengan salah satu staf yayasan BPK Iwan (50) adalah karyawan yang sudah bekerja hampir 30 tahun di yayasan tersebut juga tidak tau soal petilasan tsb. Bahkan kakek Sampir (80) sesepuh kampung yang bermaksud menunjukan lokasi petilasan juga tidak bisa mengingat letak dari petilasan tersebut karena bangunannya sudah sangat berubah drastis.

Keyakinan bahwa benar Mbah Oneng yang disebut-sebut warga Karanggayam teratai sebagai Danyang kampung ini adalah sunan kuning. Sebuah buku sejarah "historia" menyebutkan perjalanan sunan kuning pada September 1743 yang terpisah dari rombongan kapitan sepanjang, sunan kuning sempat bersembunyi disekitaran Surabaya sebelum menyerahkan diri di Loji VOC di Surabaya. Dari informasi beberapa narasumber tentang petilasan Mbah Oneng dan buku-buku yang menceritakan sejarah sunan kuning ditambah lagi cerita rakyat di Karanggayam teratai semakin menguatkan bukti bahwa Mbah Oneng yang disebut-sebut warga itu adalah Raden mas garendi atau sunan kuning. Suatu cerita sejarah yang hampir ratusan tahun tertimbun kebenarannya karena ketidak pedulian masyarakat akan sejarah membuat hilang nya suatu cerita berharga bahkan yang lebih parah lagi hilangnya situs berharga yakni petilasan sunan kuning di Surabaya. Sebagai bentuk kesadaran masyarakat perlu diadakan lagi kegiatan mengangkat kearifan lokal untuk mengingatkan lagi pada sejarah yang sudah lama terpendam kegiatan yang mengangkat tema tradisi perlu diangkat lagi ditengah-tengah masyarakat kota besar yang sudah jauh melupakan sejarah.

Jalan Karanggayam teratai RW 04 Kelurahan Pacarkeling-Tambaksari Surabaya.
 

3 komentar:

  1. Mengucapkan SELAMAT yg sdh memanfaatkan Blog sebagai media untuk mengangkat potensi Pacarkeling.

    BalasHapus
  2. Ternyata keberadaan kampung-kampung di Surabaya masih banyak terdapat cerita sejarah yg perlu digali untuk dikenalkan pada generasi penerus supaya tertanam jiwa Patriotisme Cinta Tanah Air @KIM PG

    BalasHapus
  3. wow..nice story..very2 interesting...in canada we cant find story like this..

    BalasHapus